Mengembalikan Jati Diri Bangsa, Sebuah Tinjauan Sejarah
Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908
Rasa semangat kesadaran bersama untuk merdeka dan membentuk satu bangsa dari berbagai suku bangsa di Indonesia yang saat itu terjajah, pertama kali adalah pada peristiwa Kebangkitan Nasional 1908 yang juga ditandai dengan berdirinya organisasi pertama di Indonesia, yaitu Boedi Oetomo. Kelak 4 tahun kemudian (1912) akan berdiri partai politik pertama bangsa Indonesia, yaitu Indische Party.
Masa itulah awal dari terbentuknya pula eksistensi / jati diri bangsa kita yang sebelumnya berasal dari beragam suku bangsa. Ketika menemukan suatu kesadaran akan kesamaan, maka embrio jati diri bangsa sudah mulai tumbuh.
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
Setelah embrio dari kesadaran bersama mulai tumbuh pada Kebangkitan Bangsa 1908, di tahun 1928 para pemuda bangsa Indonesia dari berbagai suku bangsa mendeklarasikan semangat tersebut kedalam sebuah tekat untuk menjadi satu bangsa yang merdeka.
Momentum ini sekaligus juga menjadi tonggak bersatunya beragam eksistensi dari berbagai suku bangsa di Indonesia, jati diri bangsa saat itu bukan lagi merupakan konsepsi, namun sudah menemukan bentuknya.
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 1945
Sejak Sumpah Pemuda 1928, bangsa kita sudah memiliki bentuk satu kesatuan jati diri, meski begitu eksistensinya di mata dunia belum begitu terlihat. Baru setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945, mata dunia mengarah ke Indonesia.
Ya, sebagai negara yang berdaulat, kini jati diri bangsa bukan lagi suatu wacana, atau eksistensi sembunyi – sembunyi dari pemerintah kolonial. Pada masa Presiden Soekarno, nasionalisme bangsa Indonesia yang begitu kuat telah membuat mata dunia memandang.
Presiden Soekarno telah menanamkan semangat tersebut yang mana makin memperkuat jati diri bangsa kita kala itu. Jati diri bangsa telah berhasil dicitrakan sebagai bangsa yang memiliki nasionalisme tinggi serta diperhitungkan di dunia Internasional. Sebut saja salah satunya adalah Gerakan Non Blok sebagai respon mencolok ditengah dunia yang sedang terbagi menjadi 2 blok besar.
Masa Orde Baru 1966
Peristiwa Supersemar 1966 berujung pada pemindahan kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto diluar segala kontroversi tentang peristiwa ini, masa pemerintahan Presiden Soeharto telah membawa karakteristik baru dari jati diri bangsa Indonesia.
Perubahan seiring turunnya Presiden Soekarno dan naiknya Presiden Soeharto terlihat pada hampir seluruh aspek meliputi sosial, budaya dan nasionalisme. Nasionalisme era Soeharto dikemas dalam satu paket pembelajaran (P4), dimana disana disaring / pilah nasionalisme “ala Soekarno”.
Masa orde baru adalah masa dimana pengelolaan pembangunan negara yang ditekankan. Selain itu juga isu stabilitas keamanan dan peran serta ABRI (sekarang TNI) menonjol. Oleh karena itu yang mendominasi pada masa Soeharto adalah jati diri bangsa yang patuh dan disiplin.
Dalam kaitannya dengan sosial budaya, Soeharto memiliki pengaruh dari budaya Jawa, maka sudah lumrah apabila jati diri dari sendi – sendi sosial budaya nasional kita banyak terpengaruh dari situ.
Masa Reformasi 1998
Krisis ekonomi global pada tahun 1997, disertai dengan serangkaian berbagai peristiwa demonstrasi ketika Presiden Soeharto kembali diangkat MPR menjadi pemicu momentum gerakan reformasi Mei 1998.Tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya.
Masa reformasi adalah masa kini, masa dimana artikel ini dibuat, masa dimana kembali bangsa Indonesia harus menemukan kembali jati dirinya. Ditengah kebingungan akan pengaruh dari 2 masa pemerintahan yang lama berkuasa.
Tragedi kerusuhan Mei 1998 yang mencengangkan telah membuat bangsa ini berpikir kembali, apakah itu ternyata cerminan jati diri bangsa selama ini? Sebuah pondasi rapuh yang dibangun sejak 1966 runtuh bersamaan dengan runtuhnya penguasa.
Perlahan tapi pasti, jati diri baru mulai mengerucut kembali, meskipun jalan menuju kesana masih perlu perjuangan. Segala perbedaan yang timbul harus dipecahkan terlebih dahulu, konflik – konflik kekerasan yang terjadi menjadikan kita mundur 100 tahun ke masa sebelum Kebangkitan Nasional.
Jati diri bangsa ini tengah “resetting”, dan tentu saja bagaikan televisi lama, jika ongkos perbaikannya lebih mahal daripada membeli baru, lebih baik membeli baru ketimbang memelihara televisi rusak yang akan terus menimbulkan masalah kedepannya.
Kesimpulan Dari Tinjauan Sejarah
Dalam 10 dasawarsa kebelakang kita mempelajari bahwasanya sejarah dan penguasa memegang faktor penting dalam pembentukan dan perubahan jati diri bangsa. Pergantian / peralihan pemerintahan / kekuasaan dengan paksa secara langsung akan mengakibatkan labilnya jati diri suatu bangsa.Karena jati diri adalah eksistensi / aku-nya sebuah bangsa, jati diri adalah sendi kehidupan sosial, budaya, ideologi yang menampakan kesamaan ditengah keragaman suku bangsa.
Jika kita ingin terbebas dari tradisi pembentukan jati diri yang diarahkan oleh penguasa, maka semua dapat kita mulai dari masing – masing individu. Jati diri bukanlah sekumpulan bahan ajar yang dihapalkan, namun merupakan nilai – nilai yang kita hayati. Jika kita memiliki “aku” masing – masing, maka tidak mustahil kalau kita juga memiliki “aku” untuk “bangsaku”.
Sumber : http://eh.web.id/mengembalikan-jati-diri-bangsa-sebuah-tinjauan-sejarah/
Mengembalikan Jati Diri Bangsa, Sebuah Tinjauan Sejarah
0 comments:
Posting Komentar
Jika Admin tidak menjawab di halaman ini, mungkin Admin telah mengirimkan jawabannya melalui e-mail Anda. Jadi harap lihat e-mail Anda.