Selasa, 17 April 2012

Amerika dan Penggulingan Soekarno

send email
print this page





Amerika dan Penggulingan Soekarno
Mengenai CIA pada tahun 1965, kita mengetahui dari kesaksian dan pengakuan mantan anggota CIA, Ralph Mc Gehee, yang anehnya secara menakjubkan diperkuat oleh sensor yang selektif dari mantan atasannya di CIA. Bila keadaan atau bukti yang diperlukan tidak ada untuk mendukung adanya intervensi AS, CIA menciptakan situasi yang tepat dan serasi, membuatnya dan menyebarluaskan pemutarbalikan fakta dengan pembiasan melalui operasi medianya.


Kurang dari setahun setelah terjadinya Gestapu dan pertumpahan darah, dengan penuh kebanggaan James Reston menulis peristiwa tersebut sebagai “secercah sinar di Asia.” Washington agaknya berhati-hati untuk menyatakan mempunyai saham dalam perubahan di negara yang penduduknya paling padat ke enam dan salah satu yang terkaya di dunia.

Tetapi hal ini tidak berarti bahwa Washington tidak ada kaitannya dengan kejadian-kejadian di Indonesia. Ada banyak kontak antara kekuatan anti komunis di negara itu dan setidak-tidaknya ada seorang pejabat sangat tinggi di Washington yang mengetahui sebelum dan selama pembantaian di Indonesia, daripada yang disadari dan diketahui oleh umum.

Mengenai CIA pada tahun 1965, kita mengetahui dari kesaksian dan pengakuan mantan anggota CIA, Ralph Mc Gehee, yang anehnya secara menakjubkan diperkuat oleh sensor yang selektif dari mantan atasannya di CIA. Bila keadaan atau bukti yang diperlukan tidak ada untuk mendukung adanya intervensi AS, CIA menciptakan situasi yang tepat dan serasi, membuatnya dan menyebarluaskan pemutarbalikan fakta dengan pembiasan melalui operasi medianya.

Contoh yang mencolok dan mirip adalah Cile. Terganggu oleh keengganan militer Cile bertindak terhadap Allende, CIA memalsukan sebuah dokumen yang mengakui pengungkapan dan pembongkaran rencana kaum kiri untuk membunuh pimpinan militer Cile. “Penemuan rencana ini” dimuat dalam halaman depan media, dan Allende kemudian diturunkan dan dibunuh.

Ada kesamaan antara kejadian yang mempercepat penggulingan Allende dan apa yang terjadi di Indonesia tahun 1965. Perkiraan jumlah korban kematian yang terjadi sebagai hasil operasi (satu kata dihilangkan) CIA terakhir berkisar antara setengah juta sampai lebih dari sejuta orang.

Mc Gehee menyatakan pernah melihat ketika meninjau kembali dokumen-dokumen CIA di Washington sebuah laporan yang sangat dirahasiakan atas peranan badan tersebut dalam memprovokasi penghancuran PKI sesudah Gestapu. Rupanya tepat untuk minta Kongres meninjau kembali dan mengumumkan laporan seperti itu, jika, seperti diduga, CIA mengajukan teknik kejam sebagai model untuk operasi.

Operasi yang akan datang rupanya perlu mendokumentasikan titik balik utama dalam sejarah operasi badan tersebut, terhadap eksploitasi sistematik, dari operasi-operasi regu kematiannya yang tidak terdapat dalam coup di Brasil tahun 1964, membuat program kontra pemberontakan Phoenix di Vietnam yang terkenal karena kekejamannya sesudah 1967, dan sesudah 1968 meluas dari Guatemala menjalar ke negara negara Amerika Latin lainnya.

Pernyataan Mc Gehee tentang operasi perang urat saraf CIA terhadap Allende diperkuat oleh Tad Szule. Agen-agen CIA di Santiago membantu intelijen militer Cile merancang dokumen rencana-rencana palsu seolah-olah Allende dan pendukungnya merencanakan memenggal para komandan militer Cile. Hal ini dihembuskan oleh Junta untuk membenarkan coup-nya.

Operasi tipu muslihat terhadap Allende rupanya bahkan berkembang lebih jauh, dengan menakut-nakuti baik golongan kiri maupun kanan dengan pembunuhan yang baru dimulai oleh lawan-lawannya. Anggota-anggota serikat pekerja maupun jenderal-jenderal yang konservatif menerima kartu kecil dengan tulisan tercetak kata-kata ancaman: Djakarta se acerca (Djakarta sudah makin dekat).

Jumlah dan model suatu rencana destabilisasi meyakinkan semua yang berkepentingan bahwa mereka tidak ada harapan lagi untuk dilindungi status quo. Operasi seperti ini melemahkan kalangan garis tengah dan menimbulkan banyak provokasi kekerasan diantara golongan kiri maupun kanan.

Model semacam itu rupanya juga diterapkan di Laos pada tahun 1959-1961 yang dijelaskan oleh seorang anggota CIA kepada seorang wartawan bahwa tujuannya adalah mempolarisasikan Laos. Dan rupanya hal itu diikuti pula di Indonesia pada tahun 1965. Pengamat seperti Sundhaussen menyatakan bahwa untuk mengerti kisah coup Oktober 1965 pertama-tama harus mengamati “pasaran desas-desus” yang dalam tahun 1965 ternyata menjadi cerita gila-gilaan yang tidak masuk akal.

Pada 14 September, dua minggu sebelum coup, Angkatan Darat diperingatkan bahwa ada rencana membunuh pimpinan tentara empat hari kemudian. Laporan kedua, seperti dibicarakan di Markas Besar AD tanggal 30 September.

Tetapi setahun sebelumnya sebuah dokumen yang diduga sebagai dokumen PKI tetapi dinyatakan oleh PKI sebagai suatu pemalsuan ada uraian tentang rencana menggulingkan kaum pengikut Nasution melalui infiltrasi dalam tubuh AD. Dokumen ini yang dilaporkan politisi pro-AS, Chaerul Saleh, pertengahan Desember 1964 telah memberi keyakinan kepada Soeharto untuk menyelenggarakan pertemuan persatuan tentara bulan berikutnya.

Ketegangan AD meningkat dengan desas-desus sepanjang tahun 1965 bahwa daratan Cina menyelundupkan senjata untuk PKI guna mengadakan revolusi yang sudah dekat dan sebentar lagi meletus. Dua minggu sebelum Gestapu, cerita dengan tujuan ini juga muncul di harian Malaysia yang mengutip dari sumber di Bangkok dan pada gilirannya mengacu pada sumber dari Hong Kong.

Ketidakmungkinan dilacak secara internasional seperti ini adalah gaya atau ciri-ciri cerita dalam periode ini yang berasal dari apa yang dinamakan “orang dalam CIA” sebagai “wurlitser yang perkasa” milik mereka yaitu jaringan ‘aset’ pers dunia yang digunakan oleh CIA atau badan sejenis M-16 dari Inggris yang dapat menanamkan berita dengan tidak menimbulkan disinformasi.

Tuntutan PKI untuk membentuk milisi rakyat atau “angkatan kelima” serta pelatihan Pemuda Rakyat di Lubang Buaya rupanya sedikit banyak menakutkan bagi tentara Indonesia dengan tambahan cerita-cerita mengenai persenjataan dari Cina. Namun berbulan-bulan sebelum coup, paranoia PKI terus berlangsung dengan mengulang-ulang laporan bahwa Dewan Jenderal yang didukung CIA sedang dirancang untuk menindas PKI.

Sudah tentu dongeng tentang Dewan Jenderal (fiktif) inilah yang dinyatakan Untung sebagai sasaran dari coup Gestapu dengan dalih anti CIA. Tetapi desas-desus seperti itu tidak hanya berasal dari sumber-sumber anti-Amerika, bahkan sebaliknya acuan yang diumumkan oleh yang berwenang pertama mengenai adanya dewan ini terdapat dalam tulisan wartawan Washington Post: Evans dan Novak.

Kembali ke bulan Maret, Panglima Divisi Siliwangi Jenderal Ibrahim Adjie menyatakan sebagaimana dikutip oleh dua wartawan Amerika itu bahwa: “kaum komunis telah kita tumpas sebelumnya (di Madiun). Kita terus mengkaji dan mengkaji mereka.” Kedua wartawan itu mengatakan memiliki informasi bahwa: “AD telah membentuk komisi penasehat secara diam-diam dan terdiri dari lima orang jenderal untuk memberikan laporan kepada Jenderal Yani dan Jenderal Nasution tentang kegiatan PKI.”

Mortimer melihat terbunuhnya lima jenderal selain Yani oleh Gestapu sebagai signifikan sejauh menyangkut koinsidensi dengan jumlah jenderal yang menjadi sasaran Gestapu sesuai yang ditulis oleh Novak dan Evans. Kita juga terpukau oleh kebangkitan kembali citra Yani dan Nasution di Amerika Serikat sebagai perencana anti PKI, lama sesudah beredar cerita di pers AS bahwa CIA telah lama mencoret kedua jenderal itu karena enggan melawan Soekarno.

Jika eliminasi pesaing politik Soeharto di lingkungan Angkatan Darat melalui Gestapu harus dituduhkan kepada kaum kiri, maka skenario baru hanya membutuhkan kebangkitan kembali citra anti-komunis yang dilupakan para jenderal dalam operasi terhadap Soekarno.

Suatu riwayat ganjil tentang Nasution pada bulan Agustus 1965 dalam The New York Times —berdasarkan hasil wawancara tahun 1963— tetapi kemudian diterbitkan lagi hanya setelah keluar ucapan Nasution ketika menanggapi serangan terhadap pangkalan Inggris di Singapura. Sekadar untuk menyatakan bahwa Nasution yang “dianggap lawan paling gigih dari komunisme di Indonesia” dan bahwa Soekarno didukung oleh PKI, telah melancarkan kampanye Angkatan Darat sebagai suatu kekuatan anti komunis.

PKI Siap Tempur. Kelompok Nasution berharap bahwa PKI akan menarik picu lebih dulu, tetapi justru tidak dan tidak akan dilakukan oleh PKI. PKI tidak membiarkan diprovokasi seperti dalam peristiwa Madiun. Namun akhirnya hanya tersisa dua kekuatan: PKI dan Kelompok Nasution. Garis tengah tidak mempunyai alternatif kecuali memilih perlindungan dari yang lebih kuat.

Orang nyaris tidak dapat berharap memperoleh pengertian memadai dari propaganda yang diperlukan dimana tampak keterlibatan dan rekayasa CIA. Artikel Mc Gehee setelah disensor oleh CIA lebih sempit lagi menyoroti hanya peranan CIA dalam propaganda anti PKI.

Badan yang menganggap peluang ini (respon Soeharto terhadap Gestapu) dan berupaya menghancurkan PKI ... (delapan kalimat hilang) ... karangan media, memegang peranan kunci dalam menggugah kebencian massa terhadap PKI. Foto dari mayat jenderal yang telah rusak berat ditampilkan dalam semua harian dan di televisi. Cerita yang menyertai foto-foto dengan bohong menyatakan bahwa para jenderal kemaluannya dipotong dan matanya dicungkil oleh anggota Gerwani. Kampanye yang diciptakan secara sinis dirancang wntuk menyulut kemarahan publik terhadap orang-orang komunis dan menyiapkan tahap pembantaian

Mc Gehee menambahkan bahwa cerita propaganda tentang penyiksaan oleh wanita-wanita histeris dengan pisau cukur yang ditolak oleh sarjana-sarjana yang serius sebagai tidak berdasar telah disegarkan kembali dalam versi yang lebih canggih oleh seorang wartawan AS, John Hughes, yang sekarang menjabat ketua jurubicara Departemen Luar Negeri AS.

Pasukan Soeharto khususnya Kolonel Sarwo Edhie dari RPKAD secara terbuka terlibat dalam eksploitasi tubuh para korban secara sinis.[19] Tetapi beberapa aspek kampanye propaganda secara besar-besaran rupanya didalangi oleh orang-orang bukan Indonesia. Sebagai contoh adalah tajuk rencana yang mendukung Gestapu —yang dipermasalahkan— terbit di Harian Rakyat (surat kabar PKI), tanggal 2 Oktober 1965. Profesor Benedict Anderson dan Ruth Mc Vey yang mempertanyakan kebenarannya juga mengesampingkan kemungkinan bahwa benar kabar itu adalah “pemalsuan oleh AD” hanya atas dasar bahwa “kemampuan tentara memalsukan dokumen partai teramat sangat rendah.”

Pertanyaan yang diangkat Anderson dan Mc Vey belum juga terjawab secara tuntas. Mengapa PKI tidak menunjukkan dukungan kepada coup Gestapu ketika hal itu sedang berjalan, dan lalu dengan gegabah membuat tajuk rencana mendukung Gestapu setelah ia ditumpas? Mengapa PKI yang tajuk rencananya mendukung Gestapu gagal mengerahkan atau memobilisasikan massa pendukungnya untuk bertindak atas nama Gestapu? Mengapa Soeharto yang waktu itu menguasai Jakarta, menutup semua surat kabar kecuali yang satu ini Harian Rakyat dan sebuah surat kabar lagi yang cenderung ke kiri-kirian yang juga melayani tujuan-tujuan propaganda-propagandanya?

Dengan kata lain, mengapa pada 2 Oktober Soeharto hanya mengizinkan dua surat kabar ini untuk terbit, yang sudah jelas akan mengalami nasib akan ditutup selama-lamanya?

Seperti dinyatakan pada awal tulisan ini bahwa agak lucu dan tolol untuk menganggap bahwa pada tahun 1965, kekerasan satu-satunya timbul dari pemerintah AS, militer Indonesia dan saling hubungan mereka dengan intelijen Inggris dan Jepang. Suatu tulisan yang lebih panjang lagi dapat mendiskusikan tindakan pro-aktif PKI dan Soekarno sendiri dalam keruntuhan sosial ini. Dari satu sudut pandang, tentu tidak seorangpun dapat menjamin menguasai kejadian dalam masau kacau ini.

Namun untuk dua alasan penyiapan secara obyektif dari kejadian-kejadian menurut model terakhir, rupanya tidak tepat dan tidak cukup nalar. Pertama, seperti diakui berdasarkan studi CIA sendiri, kita bicara tentang “pertumpahan darah yang sangat mengerikan pada masa itu”, yang taraf kekerasannya tidak dapat dibandingkan lagi dengan tindakan sayap kiri: dalam peristiwa Bandar Betsi: yang terkenal dan dipublikasikan secara luas sehubungan dengan terbunuhnya seorang letnan AD di perkebunan Bandar Betsi, Sumatera Utara, dalam tahun 1965 juga.

Kedua, skenario yang digambarkan Mc Gehee untuk 1965 dapat dilihat tidak sekadar menjawab provokasi, paranoia dan kekacauan belaka yang terjadi pada tahun itu: tetapi juga bisa dinilai sebagai salah unsur pendorong yang “membesarkan hati dan meyakinkan secara aktif untuk melakukan tindakan-tindakan pembalasan.”

Perlu dicatat bahwa mantan Direktur CIA William Colby berulangkali menyangkal keterlibatan CIA atau unsur AS lain dalam pembantaian tahun 1965 (berkaitan dengan tiadanya Gugus Tugas Khusus CIA dimana Colby saat itu (1962-1966) menjabat sebagai Kepala Divisi Asia Timur yang selayaknya bertanggung jawab atas operasi CIA di Indonesia). Namun sanggahan Colby agaknya selalu dikaitkan dengan sebuah cerita yang tidak dapat dipercaya. Yaitu tentang rencana PKI merebut kekuatan politik, sebuah cerita yang disegarkannya kembali pada tahun 1975.

“Indonesia meledak dengan tuntutan akan kekuasaan oleh partai komunis terbesar di dunia di luar tirai (Cina dan Uni Soviet). Membunuh pimpinan Angkatan Darat dengan persetujuan Soekarno secara diam-diam dan dibias-biaskan sebagai pembalasan.”

CIA sendiri, memberikan arus laporan terus-menerus tentang proses studi Indonesia pada masa itu, walau tidak mempunyai arti apapun dalam alur peristiwa itu sendiri.

Menyatakan masalah keterlibatan AS dalam operasi pembunuhan sistematis ini penting dan khusunya mengetahui lebih banyak tentang laporan CIA yang dinyatakan dan dilihat sendiri oleh Mc Gehee. Ia mengatakan: “badan ini sangat bangga atas keberhasilan (satu kata hilang) dan menganjurkannya sebagai satu model untuk operasi masa depan (setengah kalimat hilang).

Duta Besar Marshall Green melaporkan suatu wawancara dengan Presiden Nixon pada tahun 1967: “Pengalaman Indonesia menarik perhatiannya (Nixon) karena segala sesuatunya telah berlangsung dengan baik-baik saja. Saya kira ia sangat tertarik pada seluruh pengalaman itu dengan menunjuk cara yang harus (!) kita lakukan dalam hubungan yang lebih luas di Asia Tenggara umumnya dan mungkin di dunia.

Sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=228461257167507


Amerika dan Penggulingan Soekarno

Ditulis Oleh : yomaricoy17 Hari: 13.10 Kategori:

0 comments:

Posting Komentar

Jika Admin tidak menjawab di halaman ini, mungkin Admin telah mengirimkan jawabannya melalui e-mail Anda. Jadi harap lihat e-mail Anda.

 

Widget

DMCA.com
Ping your blog, website, or RSS feed for Free W3 Directory - the World Wide Web Directory Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Directory submission