Cara Negara Cina Memberantas Korupsi
Sejumlah langkah pemberantasan korupsi tak
hentinya dilakukan pemerintah China. Baru-baru ini, nama-nama dan gambar
pejabat negara yang korup dipajang dalam sebuah pameran di Beijing.
Warganya juga dididik agar membenci koruptor melalui game online, dimana
para pejabat yang korup boleh dibunuh dengan senjata, ilmu hitam, atau
disiksa.
Banyak negara termasuk
pemerintah Indonesia cukup tercengang atas keberanian negara komunis itu
dalam menjerat para koruptor. Lebih-lebih hukuman mati dikenakan kepada
mereka. Tak heran jika China kini telah menjadi model dalam
pemberantasan korupsi di Asia. Beberapa negara merasa perlu belajar dari
China. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan menjalin kerjasama
dengan China untuk pemberantasan korupsi sejak Juli lalu.
Ancaman Korupsi
Komitmen kuat penguasa China untuk memberantas korupsi sudah dimulai
sejak masa Zhu Rongji (1997-2002). Pemberantasan korupsi yang dilakukan
Perdana Menteri China itu, merupakan bagian dari reformasi birokrasi.
Langkah ini memberikan kepastian hukum sehingga mendorong iklim
investasi yang mampu menghimpun dana asing senilai 50 miliar dollar AS
setiap tahun. Pertumbuhan ekonominya langsung melesat– terlepas dari
kelemahannya.
Sayangnya langkah itu
justru menyurut di bawah Presiden Jiang Zemin pada awal 2000-an. Jiang
menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri dan kelompoknya– geng
Shanghai. Jiang Mianheng putra sulungnya, selain difasilitasi dalam
usaha bisnisnya, juga diberi jabatan. Jiang pun menghimpun dana tak
terbatas dari sejumlah departemen untuk menindas kelompok politik dan
spiritual yang dianggap sebagai musuhnya, seperti Falun Gong.
Setelah
Hu Jintao berkuasa, api pemberantasan korupsi kembali menyala. Penguasa
China itu memperingatkan kepada para anggotanya bahwa korupsi mengancam
partai di tampuk kekuasaan. Baginya, kekuasaan PKC tidak bisa dianggap
keniscayaan semata, sedangkan gerakan antikorupsi merupakan “perjuangan
hidup dan mati” bagi partai komunis.
Kegerahan
Hu atas kasus korupsi bisa dipahami. Reformasi ekonomi yang cenderung
kapitalistik yang tidak diikuti dengan reformasi politik yang
demokratis, telah membuat elite partai yang berkuasa leluasa menumpuk
kekayaan. Hal itu diperparah dengan tidak adanya kontrol masyarakat
sipil dan pers. Dilaporkan setidaknya 4 ribu pejabat korup telah
hengkang dari China dalam 20 tahun terakhir ini dengan menggondol
setidaknya US $ 50 miliar.
Zheng Xiaoyu |
Sepanjang
2004, pemerintahan Hu menghukum sebanyak 164.831 anggota partai karena
menguras uang negara lebih dari 300 juta dollar AS. Sebanyak 15
diantaranya menteri. Selama 6 bulan pertama 2007, angka resmi
menyebutkan 5.000 pejabat korup dijatuhi hukuman. Terakhir, mantan
Direktur Administrasi Negara untuk Makanan dan Obat-obatan Zheng Xiaoyu
yang terbukti menerima suap 6,5 juta yuan (sekitar Rp 75 miliar)
dieksekusi mati.
Belakangan elite
politik mulai terseret. Chen Liangyu, mantan sekretaris partai di
Shanghai yang dekat dengan Jiang Zemin diajukan ke pengadilan tahun
lalu. Dia diduga terlibat skandal korupsi senilai 1,25 miliar dollar AS.
Begitu juga kasus pemecatan Menteri Keuangan Jin Renqing pada akhir
Agustus 2007 lalu. Setelah dikabarkan terlibat skandal wanita,
belakangan diketahui dia berperan dalam penggalangan dana untuk menindas
Falun Gong. Sebanyak triliunan Yuan uang negara disalahgunakan demi
politik Jiang itu.
Tanpa Demokrasi
Saat ini China menerapkan tiga langkah untuk memberantas korupsi, yaitu memperbaiki sistem birokrasi, meningkatkan penyidikan terhadap pegawai negeri, dan mengawasi kekuasaan. Pengawasan ditingkat administrasi pemerintahan dilakukan oleh Kementrian Pengawasan, sedangkan pengawasan internal di tubuh partai dijalankan oleh Direktorat Disiplin.
Seperti
di Indonesia, meski pemerintah China terus melakukan kampanye
antikorupsi dan penangkapan ratusan pejabat, aksi penyuapan,
penggelapan, dan berbagai bentuk tindak korupsi masih terjadi. Hal itu
dimungkinkan karena elite partai masih menguasai industri penting
seperti perbankan, properti dan manufaktur, dan pemerintah pusat tak
bisa mengontrolnya.
Sebenarnya korupsi
di China jauh lebih besar dari yang dipublikasikan secara resmi. Di The
International Herald Tribune, Jim Yardly menyebutnya “boom in
corruption”. Apalagi pers dan internet masih dikendalikan partai. Meski
berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2007 yang dikeluarkan
Transparency International menunjukan China mendapat skors 3,5, atau
jauh lebih baik dari Indonesia yang skornya hanya 2,3, namun dalam
praktek korupsi sangat mungkin keadaanya jauh lebih parah. Hal itu
dimungkinkan mengingat survey ini didasarkan pada persepsi pengusaha
yang berada di bawah tekanan rejim komunis.
Kewenangan
PKC yang sangat besar adalah akar masalahnya. Anggota partai yang
berjumlah sekitar 68 juta orang mendapat perlakuan istimewa, dimana
kejaksaan atau kepolisian tidak boleh menentukan, apakah orang tersebut
boleh diajukan ke pengadilan atau tidak. Partailah yang menentukan
proses hukumnya, termasuk dalam penetapan hukumannya. Jadi partai bisa
berada diatas hukum maupun undang-undang yang berlaku. Tingkat
kerahasiaan yang sangat tinggi di pemerintahan selama ini, turut juga
menyuburkan korupsi.
Meski Presiden Hu
ingin memastikan legitimasinya dengan menanggapi tuntutan publik untuk
membasmi korupsi, ia belum menunjukkan kemauannya untuk mereformasi
sistem politiknya. Wajar saja jika upaya gerakan antikorupsi yang
dilakukannya terkesan hanya bertendensi politis untuk menyingkirkan klik
Jiang yang masih mengendalikan asset dan kekuasaan.
Sumber : http://apakabarsidimpuan.com/2010/01/memberantas-korupsi-cara-china-itu-perlu-ditiru/
Cara Negara Cina Memberantas Korupsi
0 comments:
Posting Komentar
Jika Admin tidak menjawab di halaman ini, mungkin Admin telah mengirimkan jawabannya melalui e-mail Anda. Jadi harap lihat e-mail Anda.